Kamis, 07 Juni 2012

fiqh muamalah

JIALAH (MENGUPAH)
 
A.    Pengertian dan Hukum Jialah
Kata jialah secara bahasa artinya mengupah. Secara syara’ sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq :
عقد علي منفعة يظن حصو له
Artinya : “ sebuah akad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat dapat diperoleh “.
Istilah jialah dalam kehidupan sehari-hari diartikan oleh fukaha yaitu memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang atau mengobati orang sakit atau menggali sumur sampai memancarkan air atau seseorang yang menang dalam kompetesi. Jadi, jialah bukan hanya terbatas pada barang yang hilang namun dapat setiap pekerjaan yang dapay menguntungkan seseorang.
Kata jialah dapat dibaca jaalah. Pada zaman Rasulullah jialah telah dipraktikkan. Dalam shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadis yang menceritakan tentang seorang badui yang disengat kalajengking kemudian dijampi oleh seorang sahabat dengan upah bayaran beberapa ekor kambing.
B.     Landasan Hukum Jialah
Jumhur fukaha sepakat bahwa hukum jialah mubah. Hal ini, didasari karena jialah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Jialah merupakan akad yang sangat manusiawi. Karena seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua pekerjaan dan keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk membantunya. Contoh, orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar jika ia mencari sendiri dompetnya yang hilang tanpa bantuan orang lain. Maka, ia meminta kepada orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari pekerjaan itu.
Dalam hal lain, yang masih termasuk jialah Rasulullah memberikan upah atas pengobatan yang menggunakan bacaan al-Qur’an dengan surat al-Fatihah.
Dalam al-Qur’an dengan tegas Allah membolehkan memberikan upah kepada orang lain yang telah berjasa menemukan barang yang hilang. Hal ini ditegaskan dalm al-Qur’an surat Yusuf ayat 72.
قا لوا نفقد سوا ع ا لملك و لمن جا ء به حمل بعير و أ نا به ز عيم (يوسف : ۷۲)
                                                                             
Artinya : “ kami kehilangan piala raja maka siapa yang dapat mengembalikannya, maka ia akan mendapatkan bahan makanan seberat beban unta. Dan aku, menjamin terhadapnya. (QS :12/72).  
C.    Pelaksanaan Jialah
teknis pelaksanaan jialah  dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama ditentukan orangnya misalnya : si Budi dengan sendirinya berusaha mencari barang yang hilang. Kedua, secara umum artinya orang yang diberi pekerjaan mencari barang bukan bukan satu orang, tetapi bersifat umum yaitu siapa saja. Misalnya, seorang berkata “siapa saja yang dapat mengembalikan binatangku yang hilang maka akan aku berikan imbalan sekian”.
Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa dalam jialah tidak disyaratkan datang dari si pemilik barang yang hilang. Siapa saja yang mengatakan “siapa yang dapat mengembalikan barang hilang kepunyaan si fulan maka ia akan kuberikan upah sekian”. Kemudian ada orang yang mengembalikan barang ini baik dia mendengar berita ini dari yang mengatakan tadi ataupun berita itu disampaikan oleh orang lain ketelinganya maka ia berhak menerima jialah (upah). Hal tersebut, dapat dibenarkan karena dalam jialah tidak disyaratkan kehadiran dua pihak yang berakad, namun disyaratkan besar jumlah upah yang harus ia terima artinya ia harus tahu berapa jumlah yang akan ia terima jika berhasil mengembalikan barang karena hal ini sama dengan sewa-menyewa. Kalau upah yang akan diberikan itu majhul (tidak diketahui) maka hukumnya fasid (rusak). Bagaimana jika orang yang mengembalikan barang yang hilang itu jumlahnya banyak bukan satu orang. Maka upahnya dibagi rata karena mereka sama-sama bekerja meskipun kualitas kerjanya tidak sama.
D.    Rukun Jialah
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah :
·         Lafal, lafal itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seizin orang yang menyuruh (punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu ditemukan.
·         Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dapat berupa orang yang kehilangan barang atau orang lain.
·         Pekerjaan (mencari barang yang hilang).
·         Upah harus jelas, telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum melaksanakan pekerjaan (menemukan barang)
E.     Pembatalan Jialah
Pembatalan jialah dapat dilakukan oleh kedua belah pihak (orang yang kehilangan barang dengan dijanjikan jialah atau orang yang mencari barang) sebelum bekerja. Jika pembatalan datang dari orang yang bekerja mencari barang, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia telah bekerja. Tetapi, jika  yang membatalkannya itu pihak yang menjanjikan upah maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang telah dilakukan.
F.      Hikmah Jialah
Jialah, merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa materi karena orang lain berupa materi karena orang lain telah bekerja dan membantu mengembalikan sesuatu yang berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan kesehatan atau membantu seseoarang menghafal al-Qur’an. Hikmah yang dapat dipetik adalah dengan jialah dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan, menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong-menolong dan bahu-membahu. Dengan jialah, akan terbangun suatu semangat dalam melakukan sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan jialah sebagai satu pekerjaan yang baik, Islam mengajarkan bahwa Allah selalu menjanjikan balasan surga bagi mereka yang mau melaksanakan perintah-Nya, seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia kerjakan. Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7 yang berbunyi :
فمن يعمل مثقا ل ذ ر ة خيرا ير ه (الز لز لة : ۷)
Artinya : “ barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (QS:99/7).

1 komentar: